Pertemuan 16 (2) – Kitab Ghaitsul Mawahib Al Aliyyah fi Syarhil Hikami Al ‘Athoiyah

Pertemuan ke – 16 (2)
Kitab Ghaitsul Mawahib Al Aliyyah fi Syarhil Hikami Al ‘Athoiyah
Syekh Abi Abdullah Muhammad bin Ibrahim bin ‘Abbad An Nafazi Ar Randi

Ranting NU Bogasari dan HMR
Selasa, 28 Juli 2020

Oleh. Ahmad Lahmudin

ما نفع القلبَ شيءٌ مثل عزلةٍ يدخل بها ميدانُ فكرةٍ

‘Tidak ada sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada hati terkecuali uzlah (mengasingkan diri dari manusia) yang disertai dengan tafakkur (banyak berfikir)’

Dengan uzlah pula akan terlindungi penglihatan dari melihat kepada hiasan dan keindahan dunia. Dia akan memalingkan hatinya dari memandang baik keindahan dunia kepada celaan yang Allah sendiri yang mencelanya. Dengan uzlah, nafsu akan terhalangi dari melihat dunia, menganggap dunia mulia, bersaing untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Taha ayat 131;

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنيْكَ اِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ اَزْوَاجًا مِنْهُمْ ..

‘Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka ..”

Tidak sepatutnya seseorang memandang remeh kepada perkara ini. Karena sesungguhnya melihat keindahan dunia akan menghantarkan kepada penyakit-penyakit yang besar di hati. Barang siapa yang beruzlah maka dengan izin Allah akan selamat dari penyakitpenyakit tersebut.

Imam Abu Al-Qosim Al-Qusyairi Radiallahu ‘Anhu berkata, orang-orang yang berusaha keras menuju kepada Allah apabila berkeinginan untuk melindungi hati-hati mereka dari hal-hal buruk yang timbul maka mereka tidak akan melihat kepada sesuatu yang dianggap baik. Imam Abu Al-Qosim berkata, ini merupakan modal yang besar untuk mereka dengan berusaha keras dalam melatih jiwa-jiwa mereka.

Muhammad Sairain Radiallhu ‘Anhu berkata;

إيّاك وفُضُوْلَ النظْر , فإنه يؤدّي إلى فُضُوْلِ الشهوة

‘Takutlah kamu kepada penglihatan yang berlebihan. Sebab dapat menghantarkan kepada sahwat yang berlebihan’

Sebagaian ahli sastra berkata;

من كثرتْ لحْظاته دامتْ حَسراتُه

‘Barang siapa yang banyak memperhatikan maka ia akan tetap dalam kerugian’

Mereka ahli sastra berkata;

إنّ العين سببُ الحَيْنِ , ومن أرسل طَرْفَهُ اقتنَصَ حَتْفَه , وإنّ الظرَ إلى الأشياء بالبصر يوجب تفرقةَ القلب.

‘Sesungguhnya mata menjadi sebab malapetaka. Barang siapa melepaskan pandangannya maka ia telah berburu dengan kematian. Sesungguhnya memandang kepada sesuatu dengan mata dapat menyebabkan tercerai berainya hati’

Sebagian mereka membacakan syair;

وإنّك إن أرسلتَ طرفَك رائدًا . لِقلبِــك يـومــاً أتْعبتْك المنـــــاظِرُ
رأيـتَ الـذي لا كُلُّـه أنت قادرٌ . عليه, ولا عن بعضه أمت صابرٌ

‘Sesungguhnya, jika engkau melepaskan pandanganmu laksana mata-mata maka tempat-tempat yang kamu lihat di suatu hari akan membuat lelah hatimu. Kamu akan melihat sesuatu yang kesemuanya tidak akan kamu mampui. Sebagiannya lagi tidak akan membuatmu sabar’

Dengan uzlah, akan terputus keinginan seseorang kepada manusia. Akan tercapai keputus asaannya kepada manusia. Itu merupakan faedah yang terbesar tentang uzlah menurut orang-orang yang berakal lagi cerdas. Tidak akan sempurna manfaat uzlah terkecuali dengan menyibukkan hati kepada berfikir. Inilah yang menjadi tujuan di sini. Uzlah menjadi pembuka untuk berfikir dan menjadi penentu untuk dapat berfikir. Itu semuanya bila telah mendahulukan ilmu-ilmu syariat yang dzohir yang dibutuhkan serta tetap menjaga adab ilmu syariat yang bersifat batin.

Sebagian dari ilmu-ilmu syariat yang dzohir dan batin disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam jumlah yang banyak di dalam kitab ‘Al-‘Uzlah minal Ihya’. Maka lihatlah di sana.

Sungguh telah datang di dalam hadis;

تفكرُ ساعةٍ خيرٌ من عبادة سبعين سنةً (أخرجه القرطبي)

‘Berfikir sesaat itu lebih baik daripada beribadah selama 70 tahun’
Demikianlah. Wa Allahu A’lam.

Isa bin Maryam ‘Alaihimassalam berkata,

طوبى لمن كان قولُهُ ذكرًا وصُمتُه فكراً ونظرُه عِبْرةً , إنّ أكْيَسَ الناسِ مَنْ دانَ نفسُه وعمِل لَمّا بعُد الموتُ

‘Beruntung bagi seseorang yang ucapannya adalah zikir, diamnya adalah berfikir dan pendangannya menjadi ibrah (peringatan). Sesunggunhya paling cerdasnya manusia adalah yang lemah nafsunya dan beramal ketika kematiannya masih jauh’

Ka’ab Al-Ahbar berkata;

من أراد شرَفَ الاخرة فليُكْثِرْ التفَكُّرَ

‘Barang siapa yang berkeinginan mendapatkan kemuliaan akhirat maka hendaknya ia memperbanyak untuk berfikir’

Ditanyakan kepada Ummu Ad-Darda, amal apa yang paling mulia dari Abi Ad-Darda? Dijawab, yaitu berfikir. Sebab dengan berfikir dapat sampai kepada pengetahuan tentang hakekatnya perkara-perkara. Akan tampak mana yang benar dari yang salah. Akan tampak mana yang bermanfaat dan yang menyebabkan bahaya. Dengan berfikir akan mampu melihat samarnya penyakit jiwa, tipu daya musuh, tipu daya dunia, dapat mengetahui cara-cara untuk menjaga tipuan dunia serta cara membersihkannya.

Berkata Hasan Al-Bashri Radiallahuanhu, Berfikir merupakan cermin yang dapat memperlihatkan kepadamu tentang kebaikanmu dari kejelakanmu. Dengan berfikir, manusia dapat pula melihat keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala ketika ia melihat ayat-ayat dan ciptaan-Nya. Dapat pula melihat kenikmatan-kenikmatan, baik yang besar mauoun yang kecil. Dengan berfikir, seseorang akan mendapatkan keadaan-keadaan yang mulia yang sehingga mampu menghilangkan penyakit di hatinya serta istiqomah di dalam ta’at kepada Tuhannya.

Aku katakan, uzlah, sebagaimana yang telah dikatakan oleh pengarang rahimahullahu, mengharuskna adanya khalwat (tempat yang sunyi), yaitu menjadi salah satu rukun yang empat yang menjadi asas (pokok) para murid. Wajib pula tiga sisa lainnya, yaitu ashumtu (diam). Berdiam tidak mungkin mayoritas manusia dapat mendatangkannya terkecuali dengan khalwat dan uzlah. Jika seorang murid menyandingkan uzlah dengan dua rukun sisanya, yaitu al-Ju’ (lapar) dan as-Sahar (tidak tidur di waktu malam), maka sungguh ia telah mendapatkan keseluruhan obatnya hati dan ia mencapai golongan para aulia dan wali-wali Abdal.

Berkata Sahal bin Abdullah;

اجتمع الخيرُ كله في هذه الأربعة خصالٌ , وبها صار الأبدالُ أبدالاً : إخماصُ البطون , والصمتُ , والخَلْوةُ , والسهرُ .

‘Berkumpul semua kebaikan di dalam empat perkara. Dengannya tercipta wali abdal yang silih berganti, yaitu mengosongkan perut, berdiam, berada di tempat sunyi, dan tidak tertidur di waktu malam.

Seorang penyair mengumpulkan perkataannya di dalam satu nadzom;

يــا مـَنْ يــروم منـازلَ الأبـدال . من غيـرِ قصـدٍ منـه للأعمـال
لا تطْمَعَنَّ فيها فلستَ من أهلها . إن لــم تُزاحِمْهم على الأحوال
بيــتُ الولايــة قسّمتْ أركــانَـه . ســـاداتُنــا فيــه مــن الأبــدال
مــا بيــن صمتٍ واعتزالٍ دائمٍ . والجـوعِ والسهرِ النزيه الغالي

‘Wahai orang-orang yang berkeinginan di tempatnya wali-wali Abdal tanpa diiringi niat untuk melakukan amal-amal. Sungguh tidak ada keinginan kamu untuk melakukan amal-amal kebaikan. Maka kamu tidak termasuk ke dalam wali Abdal bila kamu tidak berlomba-lomba dengan mereka kepada suatu keadaan. Rumah kewalian membagi kepada tiang-tiangnya. Pemimpin kita di rumah tersebut adalah wali Abdal. Yaitu antara berdiam, uzlah yang terus menerus, lapar, tidak tertidur yang sunyi lagi berharga’

Wa Allahu A’lam bi Shawab ..

Post Author: Administrator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *