Sihir Dalam Sudut Pandang Syari’at (1)

Pertemuan ke-18

موقف الشريعة من السحر    

Sihir dalam sudut pandang Syari’at

Pengajian IPNU-IPPNU PAC KECAMATAN TARUMAJAYA

Kitab Rawa’i Al Bayan Tafsir Ayat Al Ahkam Min Al-Qur’an

Minggu, 28 Juni 2020

Oleh. Ahmad Lahmudin

قال الله تعالى :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُوْلٌ مِنْ عِنْدَ اللهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيْقٌ مِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَل يَعْلَمُونَ . وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِيْنُ عَلىَ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوْتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُمْ بِضَارِّيْنَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فِى الأَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ . وَلَوْ أَنَّهُمْ اَمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَمَثُوْبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ .

‘Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul (Muhammad) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah itu ke belakang (punggung), seakan-akan mereka tidak tahu. Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut. Padahal, keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya  (malaikat itu) apa yang dapat memisahkan antara seorang suami dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barang siapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu. Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti lebih baik, sekiranya mereka tahu.’ (QS. Al-Baqarah: 101-103)

التحــــليــــــل اللفظـــــــى

Mengurai lafaz

نَبَذَ : النَّبْذُ , yaitu melemparkan, menjatuhkan. Firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Qasas, ayat 40, فَنَبَذْنَاهُمْ فِى الْيَمِّ   ( lalu Kami lemparkan mereka -Fir’aun dan bala tentaranya- ke dalam laut). Seakar dengan kalimat tersebut, yaitu النَّبِيْذ (untuk sesuatu yang memabukkan). Dinamai النَّبِيْذ  , sebab seseorang yang ingin membuatnya yaitu dengan cara mengambil buah kurma atau anggur kemudian dilemparkan ke dalam wadah. Dibiarkan untuk beberapa saat hingga menjadi memabukkan. Ada pula kata الْمَنْبُوْذُ   (sesuatu yang dilempar), yaitu sebutan bagi anak yang terlahir dari hasil zina. Sebab anak tersebut dilempar di lorong-lorong. Berkata Abu Al-Aswad;

وخبّرني من كنتُ أرسلتُ أنما . أخذْتَ كتابي مُعرَضًا بشِمالكا

نظتتَ إلى عنوانه فنبذْتــــــــه .  كنَبْذِكَ نعْلًا أخْلقتْ من نِعالكا

‘Seseorang yang aku utus telah memberitahukan kepadaku. Bahwa engkau telah mengambil kitabku dalam posisi dibentangkan di sisi utaramu. Engkau melihat ke alamat kitabku kemudian engkau melemparnya. Seperti engkau melemparkan sendalmu yang telah usang’

Perkataan yang lain;

انّ الذين أمرتَهم أن يعدلوا . نبذوا كتابك واستحلُّوا المحرَّما

‘Sesungguhnya orang-orang yang engkau perintahkan kepada mereka untuk berbuat adil. Mereka telah melemparkan kitabmu dan mereka meminta dihalalkan sesuatu yang diharamkan’

وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ  (ke belakang punggung mereka). Ini perumpamaan bagi seseorang yang menganggap remeh kepada sesuatu untuk kemudian berpaling meninggalkannya. Orang-orang Arab berkata, جُعل هذا الأمر وراء ظهره , ودُبُرَ أذنه  (dijadikan persoalan ini di belakang punggung mereka, tidak mendengarkannya). Allah Ta’ala berfirman dalam surat Hud, ayat 92, وَاتَّخَذْتُمُوْهُ وَرَاءَكُمْ ظِهْرِيًّا (kamu tempatkan Dia di belakangmu –diabaikan-)

Al-Farra membacakan sebuah syair;

تميم بن زيد لا تكوننّ حاجتى . بظهرٍ ولا يعْيا عليك جوابُها

‘Tamim bin Zaid, jangan engkau jadikan hajatku di belakang (diabaikan) saat engkau tidak mendapatkan jawaban untuk diabaikan’

Seakan mereka, orang-orang yang diberi Kitab Taurat tidak mengetahuinya. Mereka diserupakan dengan orang yang tidak mengetahui. Sebab orang yang tidak mengetahui sesuatu tidak akan memperhatikannya dan tidak menganggap penting. Mereka tidak merasakan manfaat darinya.

Maknanya, mereka melemparkan Kitabullah, tidak mengamalkannya. Mereka durhaka dan menentang. Seakan mereka tidak mengetahuinya bahwa itu adalah Kitabullah yang diturunkan kepada utusan-Nya yang mulia.

وَاتَّبَعُوا , dhomir (kata ganti nama), yaitu untuk sekelompok orang-orang yang diberi Kitab. Mereka adalah orang-orang Yahudi.

Az-Zamkhasyari berkata, mereka melempar Kitabullah dan mengikuti sesuatu yang dibaca oleh setan-setan.

Maksud dari mengikuti, yaitu jauh masuk serta mendekati sesuatu dengan totalitas. Ada yang berpendapat bahwa kata الإتِّباع   searti dengan kata الإقتداء (mengikuti).

تَتْلُو  bermakna تَلَتْ (telah membaca), bentuk ‘Mudhari’ (makna kini atau akan datang) dengan makna ‘Madhi’ (lampau). Merupakan cerita bagi keadaan yang telah berlalu. Berkata seorang penyair;

وانْضحْ جوانبَ قبرِه بِدمائها .  فلقد يكونُ أخا دمٍ وذبائح

‘Percikkanlah darah perempuan itu di sisi-sisi kubur lelaki tersebut. Maka sungguh telah menjadi saudara sedarah’

تتْلو berasal dari kata التِّلاوة , sepadanan dengan kata تُحَدِّثُ  , تَرْوِي , تتكلَّمُ به , yang bermakna القراءة   (membacakan).

Imam At-Thabari berkata, ungkapan dari kata هو يتلو كذا ketika diucapkan oleh orang-orang Arab mempunyai dua makna. Pertama, الاتباع (mengikuti). Seperti ucapanmu: تلوتَ فلاناً  (engkau telah mengikuti Fulan. Ketika telah berjalan di belakangnya serta mengikutinya). Kedua, القراءة والدراسة  (membaca, mempelajari). Seperti ucapanmu: فلان يتلو القران   (Fulan membaca, mempelajari Al-Qur’an). Sebagaimana ungkapan Hasaan bin Tsabit;

نبيٌّ يرى ما لا يرى الناس حوله . ويتلو كتاب الله فى كل مَشْهَد

‘Nabi melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh manusia yang berada di sekelilingnya. Beliau membacakan Kitabullah di setiap tempat’

Maknanya, mereka melemparkan Kitabullah ke belakang punggung mereka. Mereka mengikuti kitab-kitab sihir dan sulapan yang telah dibacakan oleh setan-setan di masa Nabi Sulaiman.

Wa Allahu A’lam ..

Post Author: Administrator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *