Pengajian kitab Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratul ‘Ain (ke- 34)

Pengajian kitab Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratul ‘Ain (ke- 34)
Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari

Ranting NU Bogasari dan HMR
Sabtu, 8 Mei 2021

Oleh. Ahmad Lahmudin

فرع – لو كبر مرات ناويا الافتتاح بكل دخل فيها بالوتر وخرج منها بالشفع لأنه لما دخل بالأولى خرج بالثانية لأن نية الافتتاح بها متضمنة لقطع الأولى وهكذا فإن لم ينو ذلك ولا تخلل مبطل كإعادة لفظ النية فما بعد الأولى ذكر لا يؤثر.

Cabang/Sub bagian. Seandainya seseorang bertakbir beberapa kali dalam kondisi berniat untuk memulai shalat di setiap takbirnya, maka ia telah masuk ke dalam shalat pada takbir yang ganjil dan keluar dari shalat pada takbir yang genap. Sebab ketika ia telah masuk ke dalam shalat pada takbir yang pertama, maka ia telah keluar dari shalat pada takbir yang kedua. Karena berniat memulai shalat pada takbir yang kedua mengandung makna memutus takbir yang pertama, demikian juga selanjutnya. Jika ia tidak berniat untuk memulai shalat di setiap takbirnya, ia hanya berniat memulai shalat hanya di awal takbir, dan dalam keadaan tidak ada sesuatu yang membatalkan di antara takbir, seperti mengulang lafaz niat, maka takbir setelah takbir pertama termasuk kategori zikir yang tidak punya konsekwensi apa-apa.

ويجب إسماعه – أى التكبير (نفسه) إن كان صحيح السمع ولا عارض من محو لغط (كسائر ركن قولى) من الفاتحة والتشهد والسلام ويعتبر إسماع المندوب القولى لحصول السنة.

Wajib memperdengarkan huruf-huruf takbir kepada pribadi orang yang shalat, jika pendengaran orang yang shalat tersebut dalam kondisi normal dan tidak ada sesuatu yang menghalangi untuk dapat mendengar, seperti suara gaduh. Sebagaimana wajib memperdengarkan takbir, juga wajib memperdengarkan semua rukun shalat yang bersifat ucapan, seperti membaca al-Fatiha, tasyahud akhir, dan salam. Diperhatikan juga untuk memperdengarkan sunah shalat yang bersifat ucapan, seperti membaca surat setelah al-Fatihah, tasyahud awal, tasbih, dan lainnya, dalam rangka untuk mendapatkan kesunahan.

وسن جزم رائه – أى التكبير خروجا من خلاف من أوجبه وجهر به لإمام كسائر تكبيرات الانتقال.

Disunahkan menjazamkan (sukun) huruf ra di dalam lafaz takbir, sebagai jalan keluar dari ulama yang berpendapat wajib menjazamkan huruf ra. Sunah pula bagi imam untuk mengeraskan lafaz takbir, sebagamana juga dengan seluruh takbir intiqal.

ورفع كفيه – أو إحداهما إن تعسر رفع الأخرى (بكشف) أى مع كشفهما ويكره خلافه ومع تفريق أصابعهما تفريقا وسطا (حذو) أى مقابل (منكبيه) بحيث يحاذى أطراف أصابعه أعلى أذنيه وإبهاماه شحمتى أذنيه وراحتاه منكبيه للاتباع

Disunahkan untuk mengangkat kedua telapak tangan, atau salah satunya jika sulit untuk mengangkat bagian yang lainnya. Mengangkat kedua telapak tangan tersebut dibarengi dengan membuka keduanya. Dihukumi makruh bila tidak mengangkat dan membuka kedua telapak tangan. Begitu juga sunah untuk memisah antar jari kedua tangan, dengan keterpisahan yang sedang. Dengan posisi melurusi kedua bahu, di mana ujung jari-jari melurusi bagian paling atas kedua telinga, sedangkan dua ibu jarinya melurusi dua cuping (tempat anting-anting), dan dua telapak tangan bagian luar sejajar dengan kedua bahunya. Cara yang demikian itu karena mengikuti apa yang telah Nabi perbuat.

وهذه الكيفية تسن (مع) جميع تكبيرات (تحرم) بأن يقرنه به ابتداء وينهيهما معا (و) مع (ركوع) للاتباع الوارد من طرق كثيرة (ورفع منه) أى من الركوع (و) ورفع (من تشهد أول) للاتباع فيهما.

Cara mengangkat tangan yang dijelaskan di atas merupakan sunah untuk dilakukan di semua takbir dalam shalat. Pertama pada takbiratul ihram, yaitu dimulai dengan membersamakan mengangkat kedua tangan dan takbir, dan keduanya diakhirkan juga secara bersamaan. Kedua, takbir ketika hendak ruku, sebab mengikuti cara Nabi yang datang melalui banyak riwayat. Ketiga, takbir ketika hendak mengangkat dari ruku. Dan keempat, takbir ketika hendak bangkit dari tasyahud yang pertama, sebab mengikuti perbuatan Nabi yang bertakbir ketika hendak mengangkat dari ruku dan bangkit dari tasyahud yang pertama.

ووضعهما تحت صدره – وفوق سرته للاتباع (آخذا بيمينه) كوع (يساره) وردهما من الرفع إلى تحت الصدر أولى من إرسالهما بالكلية ثم استسناف رفعهما إلى تحت الصدر

Sunah meletakkan kedua telapak tangan di bawah dada orang yang shalat, dan di atas pusat perut, karena mengikuti perbuatan Nabi. Dalam keadaan tangan kanannya memegang tulang pergelangan tangan kirinya. Menaruh kedua telapak tangan ke posisi bawah dada setelah mengangkatnya itu lebih utama ketimbang melepaskan seluruh kedua tangan, kemudian memulai kembali dengan mengangkatnya ke posisi bawah dada.

قال المتولى واعتمده غيره ينبغى أن ينظر قبل الرفع والتكبير إلى موضع سجوده ويطرق رأسه قليلا ثم يرفع.

Abu Saad al-Mutawalli berkata – dan dijadikan pegangan oleh yang lainnya – , semestinya bagi orang yang shalat sebelum mengangkat kedua tangannya dan bertakbir, untuk terlebih dahulu melihat tempat sujudnya, memastikan tidak ada yang dapat menghalangi sujud, seperti najis, kemudian sedikit menundukkan kepalanya, setelah itu mengangkat kedua tangannya untuk bertakbir ..

Wa Allahu A’lam bi Shawab ..

Post Author: Administrator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *